Kisah Saka Guru Pendopo Si Panji
![]() |
Saka Guru Pendopo Si Panji |
Masyarakat Banyumas sangat mengenal Pendopo
Si Panji, Pendopo Kabupaten Banyumas yang sampai saat ini masih
kokoh berdiri megah di kota Purwokerto dan menjadi ‘’Pujer”
(pusat) Pemerintahan Kabupaten Banyumas. Hingga saat ini Pendopo Si
Panji masih dikeramatkan, khususnya pada salah satu tiang sebelah barat
yaitu soko guru (tengah) selalu diberi sesaji agar semua kegiatan yang
belangung di Pendopo Si Panji dapat berjalan lancar tanpa ada
gangguan.
Kisah-kisah misteri sering terdengar dari Pendopo
Si Panji yang diboyong dari kota Banyumas ke Purwokerto dengan
memutar ke Pantura, tidak melewati (nglangkahi) Sungai Serayu. Kabupataen
Banyumas didirikan pada tahun 1852 ole Kyai Adipati Wargautama II
yang juga disebut sebagai Bupati Banyumas I dan dikenal sebagai Kyai
Adipati Mrapat. Dalam perjalanan sejarah, Adipati Yudongoro (Bupati
Banyumas VII / 1708 – 1743) memindahkan pusat Kabupaten Banyumas agak ke
sebelah timur dengan sekaligus membangun rumah Kabupaten berikut
Pendopo yang dikenal dengan Pendopo Si Panji.
Dalam sejarahnya, Pendopo Si Panji sering
memunculkan keanehan dan cerita mistis, misalnya pada tanggal 21-23 Februari
1861, kota Banyumas dilanda banjir bandang / Blabur Banyumas, karena
meluapnya Sungai Serayu. Puluhan pengunsi berusaha menyelamatkan diri
dengan naik ke atas (atap) Pendopo Si Panji. Setelah air bah surut,
ternyata Pendopo Si Panji tidak mengalami kerusakan atau perubahan
sedikitpun pada keempat tiangnya (saka guru). Posisi Pendopo juga tidak
bergeser sedikitpun padahal bangunan disekitarnya roboh karena diterjang banjir
setinggi lebih dari 3,5 meter.
Misteri lain, ketika Pendopo akan dibangun, semua
sesepuh dan tokoh masyarakat Banyumas supaya menyumbangkan calon saka
guru Pendopo maupun bahan bangunan yang lain. Semua tokoh masyarakat telah
memenuhi permintaan sang Adipati, kecuali Ki Ageng Somawangi, sehinga ia
dipangil untuk menghadap Adipati Yudonegoro II untuk dimintai keterangannya. Ki
Ageng Somawangi menghadap memenuhi panggilan sang Adipati. Untuk menebus
kesalahannya, pada saat itu pula ia langsung menyerahkan saka guru
Pendopo yang ia ciptakan dari “tatal” dan pontongan-potongan kayun yang
berserakan disekitar komplek pembangunan itu. Hal itu tidak disambut baik oleh
sang Adipati, bahkan diangap suatu perbuatan yang “pamer kadigdayan”. Akibatnya
ia malah dituduh akan “menjongkeng kawibawan” (mengambil alih kekuasaan) Sang
Adipati.
Atas tuduhan yang kurang adil itu, Ki Ageng Somawangi
marah, segera meningalkan Kadipaten tanpa pamit. Sang Adipati sangat tersingung
dan menyuruh prajuritnya untuk menangkap Ki Ageng Somawangi yang dianggap
“ngungkak krama” (membangkang) itu. Namun karena kesaktiannya, ia dapat lolos
dari upaya penangkapan. Konon tongkat saktinya ditancapkan di suatu tempat dan
berubah wujud menyerupai Ki Ageng Somawangi. Sontak para prajurit menganiaya Ki
Ageng Tiruan.
Ki Ageng Somawangi melanjutakan pelarian menyimpang
dari jalan raya, menerobos melalui jalan setapak menuju padepokannya yang
sekarang dikenal dengan Desa Somawangi Kecamatan Mandiraja Kabupaten
Banjarnegara. Desa dimana Ki geng Somawangi menerobos untuk menghindari kejaran
Prajurit Banyumas, kemudian diberi nama “Panerusan”. Dengan demikian
diketahui bahwa ada saaat awal pembangunan Pendopo Si Panji sempat menimbulkan
ontran-ontran tokoh Banyumas itu.
Masyarakat Banyumas mempercayai bahwasanya
salah satu tiang utama (saka guru) Pendopo Si Panji yang dikeramatkan,
berasal dari hutan belantara di hulu Sungai Serayu. Dari cerita yang
berkembang, kayu yang telah digunakan sebagai tiang itu ingin kembali lagi ke
hutan yang sangat angker itu. Sampai saat ini saka guru yang masih kokoh itu
katanya ada penunggunya berupa sosok ular dan seorang kakek berjenggot panjang.
Setelah ada penggabungan Kabupaten Banyumas
dengan Kabupaten Purwokerto tahun 1936 atau prakarsa Adipati Arya
Sudjiman Gandasubrata (Bupati Banyumas XX), pada Bulan Janauari 1937 Pendopo
Si Panji dipindahkan dari Banyumas ke Purwokerto. Berdasarkan
suara gaib dan petunjuk dari para sesepuh Banyumas dan untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan, maka pemindahan Pendopo Si Panji yang
keramat itu tidak melewati Sungai Serayu, tetapi melewati pantai utara
Jawa (Pantura), Semarang ke barat, Bumiayu, Ajibarang, kemudian sampai ke Purwokerto.
Ada beberapa hal yang menjadikan Pendopo Si Panji
dipindah ke Purwokerto. Ada sasmita bahwa
kelak kota Purwokerto akan maju pesat dan
menjadi kota perdagangan dan pusat pemerintahan. Pemindahan pendopo
sebagai simbol pengakuan betapa kota Banyumas sulit bekembang,
karena tidak ada jalur kereta api, lahan kota sempit, dan akses ke
laur tidak berkembang. Maka saat itu pun kota Banyumas sepi
dan sulit berkembang. Hal ini membuktikan apa yang diperkirakan oleh Bupati
Sudjiman Gandasubrata itu benar.
Untuk mengenang kebesaran Pendopo Si Panji,
Pemda Kabupaten Banyumas telah membangun “dulpilkat” pendopo di bekas
berdirinya Pendopo Si Panji. Namun tidak sesuai dengan aslinya bahkan
terkesan lebih mewah dari Pendopo Si Panji yang ada di Purwokerto.
Dari rangkaian sejarah, ternyata sejak pembangunannya
sudah ada aura mistis dan pertentangan tokoh, pernah menjadi pengungsian
puluhan penduduk yang naik ke atas pendopo dan tidak ada kerusakan saat banjir
bandang. Perjalanan sejarah selanjutnya pendopo yang keramat ini tidak mau
melewati Sungai Serayu dan di arak lewat Semarang (Pantura)
hingga ke kota Purwokerto. Suatu hal aneh yang sampai saat ini
belum terkuak adalah alasan mengapa pemindahanyya tidak boleh melewati Sungai
Serayu, tetapi harus melewati ratusan kilometer memutar Jawa Tengah.
* Mohon maaf bila terjadi kesalahan penulisan kata,nama dan tempat.Blog ini hanya sekedar memberikan informasi,wawasan dan edukasi tanpa ada niat untuk melecehkan siapapun atau membenarkan keyakinan golongan tertentu.
Terima Kasih..........................................................*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar